Pekanbaru -Organisasi Masyarakat Pemudah Tri Karya (PETIR) menilai rancangan Undang-undang Terbaru Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHAP) membuat gerah rakyat Indonesia.
DPR RI khususnya Komisi III saat ini tengah membahas RKUHAP. Dalam RKUHAP tersebut ditengarai ada beberapa pasal yang akan dihapus yang berdampak kepada kewenangan Kejaksaan sebagai penyidik.
“Apa yang direncanakan DPR RI adalah sebuah kemunduran dalam mendukung program Presiden Prabowo dalam pemberantasan korupsi,’’ kata Ketua Umum DPN Ormas PETIR, Jackson Sihombing, di Pekanbaru, Sabtu (15/3/2025).
Menurutnya, mengapa kewenangan Kejaksaan sebagai penyidik korupsi tidak termaktub dalam RKUHAP, ini langkah kemunduran bagi penegakan hukum.
Jackson menyampaikan bahwa untuk saat ini Kejaksaan telah banyak membongkar kasus korupsi di Indonesia.
“Saya sebagai pribadi, dan juga aktivis anti korupsi angkat topi terhadap Kejaksaan Agung, yang sangat banyak membongkar kasus korupsi di pusat serta daerah. Justru, DPR mau kebiri kewenangan Kejaksaan sebagai penyidik,’’ tanyanya heran.
Jackson menambahkan, bahwa dalam draft RUU KUHAP versi 17 Februari 2025, terlihat adanya upaya untuk memasukkan sejumlah ketentuan dari peraturan internal kepolisian, khususnya terkait prosedur penyelidikan dan penyidikan.
Kemudian, ketentuan-ketentuan ini telah lama menjadi sorotan dan kritik karena bertentangan dengan hukum acara pidana yang lebih tinggi, yaitu KUHAP 1981.
“Dalam RKUHAP, kewenangan kepolisian diperluas di saat masyarakat sudah nyaris tidak percaya dengan institusi ini. Saat ini, kepercayaan rakyat Indonesia tinggi terhadap kinerja Kejaksaan Agung dalam berantas korupsi”.
Dalam Pasal 6 Ayat (1) (2) dan (3) RKUHAP, memberikan Polri tetap teratas sebagai penyidik.
“DPR RI, dalam hal ini Komisi III yang dipimpin oleh Habiburokhman sudah buta dengan fenomena banyaknya koruptor di Indonesia, Kepolisian dan KPK diberikan kewenangan penuh,” pungkas Jackson. (*)