PONTIANAK – Sebuah Lembaga Keuangan Pemerintah Daerah Kalimantan Barat diduga telah menguasai tanah milik Syarif Zain (almarhum) seluas kurang lebih empat hektar di Jalan Perintis Kemerdekaan, Kelurahan Tanjung Hulu, Kecamatan Pontianak Timur.
Berdalih sertifikat palsu yang patut diragukan keabsahannya menyeret sebuah nama terhadap dana pensiun milik pemerintah daerah Kalimantan Barat.
Kuasa hukum ahli waris, Debby Yasman Adiputra, mengungkapkan bahwa almarhum ayah dari seorang kliennya memiliki tanah seluas kurang lebih empat hektar yang terletak di Jalan Perintis Kemerdekaan, Kelurahan Benua Melayu Laut, Kecamatan Pontianak Selatan dengan bukti akta jual beli nomor 249 tahun 1963 dengan luas lahan kurang lebih empat hektar.
Bermula pada tahun 1981 Syarif Zain (almarhum) memberikan kuasa kepada SM (almarhum) untuk mengajukan permohonan pembuatan sertifikat ke kantor pertanahan. Alih-alih membuat sertifikat, SM ternyata diduga membuat akta jual beli nomor 248 tahun 1963 di atas tanah milik orang tua kliennya dengan luas lahan 3,1 hektar.
“SM ini membuat akta jual beli seolah-olah membeli dari orang yang sama di tanah yang sama tetapi dengan luas yang berbeda,” ungkap Debby, Kamis (8/5).
Debby menerangkan, setelah akta jual beli dibuat, Kemudian SM mengajukan permohonan pembuatan sertifikat lagi ke kantor pertanahan. Dari permohonannya itu, terbitlah sertifikat nomor 46 tahun 1983 yang kemudian tanah tersebut langsung dijual kepada A yang diduga adalah karyawan dari bank milik Pemerintah Daerah Kalbar.
Debby mengatakan bahwa kliennya merasa tidak pernah menjual tanahnya kepada siapapun. Kemudian pada tahun 2000 Syarif Zain (almarhum) membuat pengaduan ke Polrestabes (Polresta) Pontianak tentang dugaan penggelapan dan pemalsuan dengan terlapor SS yang namanya tertera di dalam sertifikat nomor 46 tahun 1983.
“Dari hasil penyelidikan yang dilakukan kepolisian, SS diketahui tidak mengetahui apa-apa mengenai sertifikat nomor 46 dan masih dari penyelidikan kepolisian, pelaku yang diduga menggelapkan dan memalsukan surat milik Syarif Zain adalah SM,” terang Debby.
Penyelidikan pun terus dilakukan penyelidikan oleh pihak kepolisian terhadap alas hak SHM nomor 46 tahun 1983 yakni akta jual beli nomor 248 tahun 1963 dan dilakukan uji laboratorium forensik di Mabes Polri, alhasilnya akta tersebut dinyatakan palsu atau non identik.
“Akta jual beli nomor 248 ini sudah disita polisi sebagai barang bukti,” ujar Debby.
Pada saat itu, SM yang diduga sebagai pelaku penggelapan dan pemalsuan akta jual beli tersebut telah meninggal, sehingga polisi menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Serta terhadap alas hak yang telah dinyatakan palsu tersebut tidak dapat digunakan oleh siapapun.
“2022, Syarif Zain datang meminta pendampingan hukum kepada kami, karena di atas tanahnya terdapat pengumuman yang tertulis SHGB nomor 107 dengan luas 38.471 meter persegi pemilik dana pensiun bank Pemerintah Daerah Kalbar,” ujar Debby.
Setelah itu, Debby mengungkapkan telah menerima kuasa dari Syarif Zain, kemudian pihaknya membuat pengaduan ke Polresta Pontianak atas dugaan pasal 263 ayat 2 KUHP tentang Penggunaan Surat Palsu karena seharusnya akta jual beli nomor 248 tidak dapat digunakan oleh siapapun.
Dari pengaduan tersebut, Debby menambahkan, terungkaplah bahwa terdapat pemisahan sertifikat nomor 46 yang mana salah satu sertifikat hasil pemisahaan diketahui telah diturunkan menjadi SHGB nomor 107 yang dibeli oleh dana pensiun bank milik Pemerintah Daerah Kalbar pada 2021 dari A yang diduga adalah karyawan bank itu sendiri.
“Harusnya pemisahan sertifikat nomor 46 itu tidak bisa dilakukan, karena alas haknya telah dinyatakan palsu. Dan meski kasus sudah dihentikan ada upaya hukum lain yang akan diambil oleh ahli waris untuk memperjuangkan hak-haknya,” tegasnya.
Kuasa hukum ahli waris lainnya, yakni Aditya Chaniago, menambahkan, langkah hukum yang akan diambil selanjutnya yaitu dengan mengajukan gugatan perdata terhadap dana pensiun bank milik Pemerintah Daerah Kalimantan Barat selaku dewan pengawas yang bertanggung jawab atas dana investasi yang dikelola oleh dana pensiun.
“Ada dugaan tetapi kami berusaha membuktikan, sertifikat nomor 46 tahun 1983 yang statusnya dalam sita penyidik telah digunakan untuk menerbitkan SHGB nomor 107 atas nama dana pensiun bank milik Pemerintah Daerah Kalbar melibatkan mafia tanah,” terang Aditya.
Sementara itu, Humas bank milik Pemerintah Daerah Kalbar, Irfan mengatakan belum mengetahui secara detail terkait proses pembelian tanah tersebut. Karena dana pensiun sebagai pembeli adalah anak perusahaan dari bank milik Pemerintah Daerah Kalbar yang dimiliki oleh direktur sendiri.
“Saya coba cari informasi dulu ke Dapen ya, nanti akan kami sampaikan jika sudah ada informasi terbaru yang didapat,” ungkap irfan saat dikonfirmasi.