Presiden Prabowo Instruksikan Penertiban Tambang Ilegal

 

JAKARTA — Pemerintah Indonesia mengambil langkah tegas terhadap aktivitas tambang ilegal yang beroperasi di kawasan hutan. Presiden Prabowo Subianto memerintahkan penyitaan terhadap sekitar 300 ribu hektare lahan tambang ilegal yang terbukti merugikan negara dalam jumlah fantastis.

Langkah ini merupakan tindak lanjut dari hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang mencatat potensi kerugian negara mencapai Rp700 triliun akibat aktivitas pertambangan tanpa izin.

Kepala BPKP, Muhammad Yusuf Ateh, mengungkapkan hal tersebut dalam acara Leader’s Corner: Leading to Transform yang digelar di Jakarta pada Kamis, 26 Juni 2025 lalu.

“Perintah Pak Presiden sangat jelas, kuasai dulu asetnya, lalu tagih kewajiban mereka. Ini upaya untuk mengembalikan hak negara atas sumber daya alam,” tegas Yusuf.

BPKP bersama Kejaksaan Agung, TNI, dan Polri akan mengawal penuh proses penertiban ini. Kolaborasi lintas lembaga ini dinilai penting agar hasilnya berdampak jangka panjang dan tidak berhenti di tengah jalan.

Dari total 4,2 juta hektare area tambang yang berada di kawasan hutan, sebanyak 296 ribu hektare telah diverifikasi dan dikonfirmasi sebagai prioritas utama untuk disita. Tambang-tambang tersebut diketahui mengeksploitasi komoditas bernilai tinggi seperti emas, batu bara, dan bauksit.

Yusuf menegaskan, aktivitas tambang ilegal ini jauh lebih merugikan dibanding praktik sawit ilegal.

“Kalau sawit, butuh waktu bertahun-tahun untuk panen. Tapi tambang? Sekali keruk, hasil langsung dijual. Dan uangnya tidak masuk ke negara,” ujarnya.

Kerugian nyata yang dihitung BPKP saat ini telah mencapai Rp111 triliun, dan pemerintah berkomitmen mengejar para pelakunya secara hukum. Selain lahan disita, para pelaku juga akan diwajibkan membayar kompensasi. Jika tidak, ancaman pidana siap menanti.

Pola penegakan ini disebut mengikuti model penanganan kasus sawit ilegal sebelumnya, di mana negara berhasil mengambil alih aset dan sekaligus menagih kewajiban finansial kepada para pelaku.

“Ini bukan kerja satu institusi saja. Kolaborasi Kejaksaan, TNI, dan Polri sangat menentukan. Tanpa mereka, ini tidak akan berhasil,” tutup Yusuf.

Berita yang anda simpan: