PONTIANAK – Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kota Pontianak mendorong agar game Roblox dibatasi bahkan dihapus dari perangkat anak-anak.
Ketua KPAD Kota Pontianak, Niyah Nurniyati, menegaskan bahwa game seperti Roblox telah menyita waktu anak-anak secara signifikan dan memicu sejumlah dampak negatif terhadap perkembangan sosial, emosional, hingga keamanan anak.
“Anak-anak seharusnya beristirahat, berkumpul dengan keluarga, dan belajar. Tapi waktunya justru tersita oleh game yang tidak mendidik. Bahkan sisi positifnya nyaris tidak ada,” ujar Nurniyah saat diwawancarai di Kantor KPAD Pontianak, Rabu (6/8/2025).
Ia menyebut bahwa anak yang terlalu banyak bermain game cenderung menjadi asosial menyendiri, menjauh dari lingkungan sosial, bahkan reaktif ketika aktivitasnya terganggu oleh orang tua.
Dalam penjelasannya, ia juga menyinggung bahwa Roblox dan game daring lain kerap menjadi celah masuk predator digital.
“Saya pernah tanya ke anak-anak SMP saat MPLS, mereka senang main Roblox karena bisa interaksi. Tapi interaksi itu jadi celah mereka tukar nomor WhatsApp, dan itu yang digunakan oleh predator,” ungkapnya.
KPAD menyebut telah mengambil langkah preventif sejak 2024, di antaranya mendorong surat edaran Wali Kota Pontianak (Nomor 412, tanggal 8 Agustus 2024) yang mengizinkan guru membuka handphone anak-anak atas persetujuan orang tua. Ini merupakan upaya pengawasan terhadap konten digital, termasuk aplikasi game berbahaya.
Lebih lanjut, Niyah menyoroti peran penting orang tua dalam membimbing anak.
“Jangan hanya memberi HP, tapi juga mengarahkan, membimbing, dan membatasi. Karena faktanya, sebagian besar waktu anak-anak dihabiskan bersama orang tua, bukan di sekolah.”
Nurniyah menegaskan dukungannya terhadap upaya Kementerian Pendidikan dalam membatasi bahkan men-take down Roblox secara nasional. Menurutnya, ini merupakan langkah serius untuk melindungi anak dari bahaya digital.
“Ini bukan sekadar soal game. Ini soal perlindungan anak. Harapannya orang tua dan sekolah mendukung penuh agar anak-anak tidak terjerumus dalam dunia digital yang berbahaya,” tutupnya.
Sementara itu, Ayu Lestari kakak dari salah satu anak yang aktif bermain Roblox, mengakui bahwa perilaku adiknya berubah setelah sering bermain game tersebut.
“Dulu polos, sekarang sering bohong. Kalau main bareng temannya, mereka nyari tempat yang ada WiFi buat mabar. Kalau disuruh belajar, mereka susah fokus. Bahkan sering lupa materi pelajaran,” jelasnya.
Ia juga mengamati perubahan sikap adiknya yang menjadi lebih agresif, bahkan saat diingatkan soal waktu belajar atau salat.
“Tidur juga jadi larut, karena main sampai malam. Pagi-paginya bangun ngantuk, hafalannya juga menurun.”
Mengetahui berbagai dampak negatif tersebut, Ayu menyatakan akan mempertimbangkan untuk menghapus aplikasi Roblox dari handphone adiknya.
“Dulu saya pikir game ini cuma hiburan. Tapi ternyata dampaknya ke pendidikan dan perilaku cukup besar. Ke depan, mungkin harus dihapus aplikasinya.” pungkasnya. (Ara)