JAKARTA – Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, mengeluarkan imbauan keras agar anak-anak tidak bermain game Roblox, menyusul kekhawatiran akan dampak psikologis dan perilaku yang ditimbulkan dari konten di dalam platform tersebut.
Menurut pernyataan resmi, keputusan ini diambil karena game multipemain daring itu mengandung unsur kekerasan dan konten tidak pantas yang dikhawatirkan sulit disaring oleh anak-anak. Mu’ti menekankan bahwa anak-anak belum sepenuhnya mampu membedakan antara realitas dan dunia virtual, sehingga risiko peniruan terhadap kekerasan yang dilihat di dalam game cukup tinggi.
“Kami tidak ingin anak-anak terbentuk perilaku agresif hanya karena terlalu sering berinteraksi dengan konten yang tidak sesuai usianya,” ujar Abdul Mu’ti, Rabu (6/8/2025).
Larangan ini sontak memicu perdebatan publik. Pasalnya, Roblox merupakan salah satu game paling populer di dunia, terutama di kalangan anak-anak. Data dari Statista menyebutkan bahwa hingga kuartal kedua 2025, terdapat 39,7 juta anak berusia di bawah 13 tahun yang aktif memainkan Roblox secara global.
Popularitas dan Kontroversi di Balik Roblox
Dibuat oleh David Baszucki dan Erik Cassel, Roblox diluncurkan pada 2006 dan kini dijalankan oleh Roblox Corporation. Game ini memungkinkan pengguna membuat serta memainkan game buatan sendiri, dengan berbagai tema seperti simulasi petualangan, balapan, memasak, hingga bertani. Platform ini telah menjaring lebih dari 111 juta pengguna aktif.
Namun, meski tampil sebagai ruang kreativitas dan hiburan, Roblox juga mengundang banyak kritik dan kekhawatiran.
Dalam beberapa tahun terakhir, platform ini dilaporkan mengandung konten yang tidak layak untuk anak, bahkan menjadi tempat terjadinya praktik berbahaya seperti ujaran kebencian, kekerasan digital, eksploitasi anak, hingga kasus penculikan yang dimulai dari perkenalan melalui game. (Ara)