Putusan Mengecewakan, Keluarga Tersangka AR Histeris Teriakkan Ketidakadilan

PONTIANAK — Sidang praperadilan yang dinanti-nantikan justru berakhir dengan luka mendalam bagi keluarga tersangka AR. Harapan untuk membuktikan adanya kesalahan dalam penetapan tersangka sirna sudah setelah Hakim Tunggal Nisa Sukma Amelia menyatakan menolak seluruh permohonan yang diajukan istri AR terhadap Polda Kalbar terkait kasus dugaan pencabulan bayi berinisial A (5) di kawasan Batu Layang.

Tangis pecah di ruang sidang. Istri AR dan anaknya menangis histeris, sementara kerabat dan simpatisan tak kuasa menahan emosi. Mereka menilai putusan ini sebagai kekalahan keadilan dan bentuk pengabaian terhadap bukti-bukti yang selama ini mereka perjuangkan.

“Kami Hanya Ingin Kebenaran!” teriaknya.

Seusai sidang, kericuhan kecil sempat terjadi saat beberapa keluarga memaksa ingin menemui hakim. Ayah AR, dengan nada tinggi, meluapkan amarahnya.

“Kak saya bukan pelakunya! Sementara pelaku yang sebenarnya masih bebas di luar sana. Bagaimana nasib cucu saya nanti?” teriak ayah korban A dengan suara bergetar.

Lebih mengejutkan, seorang simpatisan yang sebelumnya sempat menghujat AR, kini justru angkat bicara membela keluarga tersangka. Ia mengaku awalnya percaya dengan narasi yang berkembang di media sosial, namun kemudian tersadar setelah melihat bukti-bukti yang ada.

“Saya awalnya percaya dan ikut menghujat keluarga Agung. Tapi setelah melihat bukti-bukti yang keluar, saya sadar: mereka ini sedang dizalimi. Bukti ilmiah diabaikan. Visum diabaikan. Keterangan korban dari awal tidak pernah menyebut nama Agung,” ungkapnya penuh emosi.

“Saya bukan keluarga mereka. Tapi saya malu pernah ikut menyudutkan mereka. Di mana keadilan? Kenapa bukti tidak digunakan? Bukti visum jelas menyebut tanggal kejadian, dan saat itu Agung sudah tidak lagi berada di sekitar korban,” lanjutnya.

Bukti Diabaikan, Kebenaran Dipertanyakan
Salah satu poin yang dipermasalahkan keluarga dan simpatisan adalah hasil visum korban yang menyebutkan peristiwa terjadi pada 13 Juni 2024, sementara pihak keluarga AR mengklaim tidak lagi berinteraksi dengan korban sejak 9 Juni.

“Tidak ada saksi dalam tindak pidana ini, hanya korban dan pelaku. Tapi bukti ilmiah justru tidak digunakan oleh penyidik. Lalu berdasarkan apa AR ditetapkan sebagai tersangka?” cetus salah satu pendukung.

Lebih lanjut, simpatisan itu menambahkan bahwa sejak awal, korban justru selalu menyebut nama “Caca” sebagai pelaku. Namun nama itu tak pernah menjadi fokus penyidikan.
Malam Penuh Tangis di Tengah Hujan
Hingga malam larut dan hujan membasahi halaman pengadilan, keluarga tersangka dan para pendukungnya masih bertahan di luar gedung PN Pontianak, menuntut keadilan dan mempertanyakan keputusan yang mereka anggap tidak manusiawi.

Mereka menilai kasus ini sudah sarat kepentingan dan dipaksakan, sementara keluarga mereka justru menjadi korban dari sistem yang semestinya melindungi.

“Kami bukan membela kejahatan. Kami membela kebenaran. Kalau memang dia bersalah, kami pun tidak akan melindunginya. Tapi kalau semua bukti diabaikan, lalu hukum ini berpihak pada siapa?”

Berita yang anda simpan: