PONTIANAK – Badan Pengurus Cabang Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPC HIPMI) Kota Pontianak menolak tegas penetapan Ketua Umum HIPMI Kalimantan Barat Pada Musyawarah Daerah (MUSDA) XVI yang digelar tertutup di Kamar Hotel tanpa melibatkan pihak BPC HIPMI Pontianak selaku penyelenggara.
Proses penetapan tersebut dinilai sebagai penkhianatan menyebabkan cacat mekanisme, cacat moral, dan mencederai semangat demokrasi serta nilai-nilai organisasi HIPMI.
BPC HIPMI Pontianak merupakan tuan rumah penyelenggara merasa dikangkangi dan tidak dihargai, meluruskan dengan sengaja tindakan panitia untuk melanjutkan sidang pleno secara diam-diam di dalam sebuah kamar hotel tanpa melibatkan dan mengundang seluruh peserta BPC.
“Kami dari BPC Pontianak telah mengonfirmasi langsung kepada panitia terkait kelanjutan sidang pleno. Namun panitia secara sadar berbohong dengan mengatakan belum ada kelanjutan. Nyatanya, pada waktu yang sama, seperti yang telah tersebar dalam bentuk video dan foto, sidang pleno telah berlangsung secara tertutup, hanya melibatkan pihak tertentu,” tegas Iqbal Muthahar, Ketua Umum BPC HIPMI Kota Pontianak.
Lebih lanjut, Iqbal menegaskan bahwa tindakan panitia tidak hanya melanggar mekanisme formal organisasi, tetapi juga merupakan pengkhianatan terhadap etika dan moralitas dalam berorganisasi, karena secara terang-terangan telah merampas hak BPC Pontianak sebagai peserta penuh dan bahkan tuan rumah pelaksanaan MUSDA.
“Tindakan ini tidak hanya mencoreng demokrasi internal HIPMI, tapi juga mempermalukan semangat kekeluargaan dan kebersamaan yang seharusnya menjadi napas utama organisasi. Ini adalah bentuk perampasan hak dan penghinaan terhadap marwah BPC Pontianak. Produk kepemimpinan yang dihasilkan dari proses seperti ini adalah produk yang lahir dari kecurangan dan ketidakadilan – dan oleh karenanya tidak layak untuk memimpin HIPMI Kalimantan Barat,” ujar Iqbal.
“Kami merasa dikangkangi, dilecehkan, dan tidak dihargai. Ini bukan hanya pelanggaran administratif, tapi juga cacat moral dan pengkhianatan terhadap nilai-nilai dasar HIPMI. Produk kepemimpinan yang lahir dari proses seperti ini tidak punya legitimasi moral, dan sangat diragukan kapasitasnya untuk membawa HIPMI Kalbar ke arah yang lebih baik,” lanjut Iqbal.
Tindakan ini tidak hanya melanggar asas transparansi dan demokrasi, tetapi juga secara terang-terangan melanggar ketentuan organisasi, khususnya Pasal 13 ayat (5) dalam AD/ART HIPMI, yang menyatakan:
(5) Musyawarah Daerah diselenggarakan oleh Badan Pengurus Daerah dibantu oleh Badan Pengurus Cabang di tempat Musyawarah Daerah diadakan dan wajib dihadiri oleh Badan Pengurus Pusat yang telah mendapatkan mandat sesuai mekanisme organisasi.
Lebih serius lagi, BPC HIPMI Pontianak menyoroti fakta bahwa pelaksanaan sidang pleno secara diam-diam tersebut juga mengabaikan instruksi aparat penegak hukum. Sebelumnya, Kapolresta Pontianak telah mencabut izin keramaian menyusul terjadinya dinamika dan kericuhan dalam forum MUSDA. Namun, panitia tetap nekat melanjutkan agenda di luar ketentuan hukum dan tanpa pengawasan yang sah.
“Ini sangat fatal. Ketika aparat telah mencabut izin keramaian demi menjaga ketertiban, panitia justru memilih untuk menyelenggarakan sidang di ruang tertutup tanpa dasar hukum yang sah. Ini bukan hanya pelanggaran organisasi, tapi juga potensi pelanggaran hukum,” ujar Iqbal.
Tidak hanya itu, BPC Pontianak juga mempertanyakan transparansi dana pendaftaran calon Ketua Umum yang mencapai angka Rp1 miliar, namun hingga kini belum ada kejelasan pertanggungjawaban dan pengelolaannya secara professional, bahkan sebagai tuan rumah pelaksanaan musda BPC Pontianak tak Pernah dikonfirmasi atau diajak bermusyawarah terkait dengan biaya pelaksanaa MUSDA KE XVI, tindakan demikian juga jeas menabrak aturan organisasi AD/ART Pasal 13 ayat 6 yang berbunyi:
“Anggaran biaya penyelenggaraan Musyawarah Daerah disepakati antara BPD dengan BPC tempat pelaksanaan MUSDA, dan ditanggung oleh BPD.”
Minimnya transparansi anggaran ini memperkuat dugaan adanya praktik tidak sehat dalam penyelenggaraan MUSDA XVI.
Atas berbagai pelanggaran serius tersebut, BPC HIPMI Kota Pontianak menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Menolak hasil penetapan Ketua Umum HIPMI Kalbar dalam MUSDA XVI karena cacat prosedural, cacat moral, dan tidak demokratis.
2. Menyatakan bahwa panitia MUSDA telah dengan sengaja mengabaikan dan mencederai BPC Pontianak sebagai peserta penuh sekaligus tuan rumah, sehingga menciptakan preseden buruk dalam sejarah organisasi HIPMI Kalbar.
3. Mendesak BPP HIPMI dan Majelis Kode Etik Organisasi untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proses dan kepanitiaan MUSDA XVI.
4. Menuntut pertanggungjawaban panitia secara organisasi dan moral atas pelanggaran mekanisme dan ketidakterbukaan pengelolaan dana pendaftaran calon Ketua Umum.
5. Mengajak seluruh BPC se-Kalimantan Barat untuk bersama-sama meluruskan arah organisasi dan mengembalikan marwah HIPMI sebagai wadah pengusaha muda yang menjunjung tinggi etika, demokrasi, dan solidaritas.
BPC HIPMI Kota Pontianak berkomitmen untuk terus berdiri di garda terdepan dalam memperjuangkan integritas, keadilan, dan regenerasi kepemimpinan yang sehat demi kemajuan HIPMI Kalimantan Barat dan Indonesia.