Pertamina Kalbar: Stok BBM Aman, Namun Kebutuhan Melebihi Kuota yang Ditetapkan

PONTIANAK – Sales Brand Manager Migas Kalimantan Barat, Imam Rizky, menjelaskan kondisi terkini distribusi bahan bakar minyak (BBM) dan liquefied petroleum gas (LPG) bersubsidi di Kalimantan Barat tahun 2025. Dalam paparannya, ia menegaskan bahwa mayoritas BBM yang disalurkan di wilayah ini merupakan produk subsidi atau penugasan pemerintah.

“Secara proporsi, untuk jenis gasoline atau bensin, hampir 93 persen merupakan BBM subsidi atau BBM penugasan. Sisanya adalah BBM non-subsidi,” ujar Imam, Sabtu (5/7/2025).

Kondisi serupa juga terjadi pada solar atau gasoil, di mana 93 persen merupakan Biosolar (GBT) yang disubsidi.

Untuk LPG, lanjut Imam, sekitar 89 persen dari total pasokan merupakan LPG subsidi 3 kg. Hal ini menunjukkan masih dominannya konsumsi subsidi oleh masyarakat Kalimantan Barat, yang tentu harus dikawal ketat agar penyalurannya tepat sasaran.

Per tanggal terakhir Juni 2025, Imam menyebut bahwa stok BBM dan LPG di Kalbar dalam kondisi aman, dengan cadangan sebagai berikut:
Pertalite: 8,8 hari
Pertamax: 14,9 hari
Pertamax Turbo: 19 hari
Solar (Biosolar): 12,7 hari
Dextro (Dextlite): 81 hari
Pertamina Dex: 17,2 hari
LPG 3 kg: 4,5 hari

Pengiriman stok terus berlangsung dari kapal-kapal pemasok, namun perhatian kini tertuju pada kondisi dermaga dan pelabuhan bongkar muat, yang dinilai perlu peningkatan kapasitas agar distribusi tetap lancar.

291 Lembaga Penyalur Layani Kalimantan Barat
Total terdapat 291 lembaga penyalur BBM di Kalimantan Barat, dengan rincian:
SPBU reguler: 150 unit
SPBU 3T atau penugasan: 73 unit
SPBB (bahan bakar khusus): 9 unit
SPBUN (nelayan): 17 unit
Pertashop: 42 unit
Jumlah tersebut mencakup seluruh wilayah Kalbar untuk mendistribusikan BBM subsidi dan non-subsidi ke masyarakat.

Imam menjelaskan bahwa Pertamina membagi BBM menjadi tiga kategori utama:
BBM Subsidi (GBT): Diperuntukkan untuk 6 kelompok konsumen, yakni transportasi darat dan air, perikanan, layanan umum, pertanian, dan UMKM. Subsidi ditentukan oleh pemerintah pusat melalui APBN.

BBM Penugasan (Pertalite): Memiliki kuota nasional dan ditentukan penggunaannya oleh regulasi pemerintah (PP No. 191), meskipun masih menunggu revisi lebih lanjut.

BBM Umum (GBU): Seperti Pertamax dan Pertamax Turbo, disalurkan dengan mekanisme harga pasar tanpa subsidi.
Tantangan Kuota: Kebutuhan Lebih Besar dari Alokasi

Imam mengungkapkan bahwa kuota BBM dari BPH Migas untuk Kalbar pada tahun 2025 sebesar 445.440 kiloliter. Namun, jika dibandingkan dengan kebutuhan riil, angka ini belum sepenuhnya mencukupi.

Ia mencontohkan, data BPS menunjukkan terdapat 6.242 truk di Kalbar. Dengan asumsi konsumsi per truk mencapai 200 liter per hari, maka kebutuhan hanya dari truk saja mencapai 449.424 kiloliter per tahun — melebihi kuota yang ditetapkan.

“Itu hanya dari truk, belum termasuk kendaraan roda empat lainnya, sektor perikanan, pertanian, maupun layanan publik. Artinya, ada potensi kekurangan kuota meskipun realisasi penyaluran masih on track di pertengahan tahun,” jelas Imam.

Hingga akhir Juni 2025, realisasi penyaluran BBM menunjukkan:
Solar (GBT): 50% dari kuota telah disalurkan
Pertalite: 49% dari kuota telah disalurkan
Harga BBM: Subsidi Ditentukan Pemerintah

Imam juga menjelaskan bahwa harga BBM dibagi ke dalam dua kategori:
Komersial (non-subsidi): Mengikuti fluktuasi pasar global dan diatur oleh Pertamina pusat, dapat berubah tiap bulan.
Subsidi dan Penugasan: Ditetapkan oleh Kementerian ESDM, yakni:
Solar: Rp6.800/liter
Pertalite: Rp10.000/liter

Namun, harga ini bukan harga keekonomian. Imam menyebut, untuk bulan ini:
Biosolar disubsidi sekitar Rp5.000/liter
Pertalite disubsidi antara Rp1.000–2.000/liter
Subsidi ini menjadi beban APBN dan harus dikelola dengan bijak agar tepat sasaran dan berkelanjutan.

Imam menegaskan pentingnya kolaborasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan lembaga pengawas untuk menjaga distribusi BBM dan LPG tetap adil dan sesuai kebutuhan.

“Kami berharap masyarakat juga memahami bahwa distribusi energi bersubsidi memiliki keterbatasan kuota, sehingga perlu pengawasan bersama agar tidak terjadi penyimpangan di lapangan,” tutup Imam Rizky.

Berita yang anda simpan: