PONTIANAK – Wakil Gubernur Kalimantan Barat, Krisantus Kurniawan, menyuarakan keprihatinannya terhadap sistem pembiayaan daerah yang dinilai tidak adil, terutama bagi provinsi dengan wilayah yang luas seperti Kalimantan Barat.
Menurutnya, penentuan besaran dana transfer ke daerah yang lebih mengutamakan jumlah penduduk telah mengesampingkan aspek geografis dan tantangan pembangunan yang dihadapi daerah-daerah luas di luar Pulau Jawa.
“Saya ingin berdasarkan luas wilayah, karena luas wilayah itu jelas berpengaruh kepada pembiayaan. Semakin luas wilayah, semakin berat pembiayaan yang ditanggung oleh pemerintah daerah,” ujar Krisantus, Minggu (13/7/2025).
Kalimantan Barat tercatat memiliki luas wilayah mencapai 147.307 km² atau sekitar 1,11 kali keliling Pulau Jawa. Namun, menurut Krisantus, provinsi ini hanya didukung oleh satu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) provinsi dan 14 APBD kabupaten/kota, dengan total pembiayaan berkisar Rp30 triliun lebih.
Hal ini dianggap timpang jika dibandingkan dengan Pulau Jawa yang memiliki enam provinsi dan ratusan kabupaten/kota, yang secara akumulatif dibiayai oleh lebih dari Rp1.000 triliun dana APBD.
“Yang di Jawa, luasnya lebih kecil dari kita, tapi dibiayai oleh enam APBD provinsi, dan APBD mereka rata-rata ada yang sampai Rp91 triliun. Kalau diglobalkan, totalnya bisa lebih dari seribu triliun,” tegasnya.
Selain itu, Krisantus menekankan bahwa Kalimantan Barat memiliki kekayaan sumber daya alam yang sangat besar, mulai dari logam seperti emas, bijih besi, uranium, hingga bauksit, serta lahan pertanian yang subur dan luas. Namun, potensi tersebut belum sebanding dengan dukungan fiskal yang diterima dari pemerintah pusat.
Ia juga menyindir sistem alokasi anggaran yang terlalu berpaku pada jumlah penduduk, dengan nada kritis.
“Ini kan ketidakadilan. Maka saya ngelarang kami beranak banyak-banyak, supaya penuh daerah ini, karena hitungannya berdasarkan jumlah kepala,” ucapnya.
Krisantus berharap ke depan kebijakan fiskal nasional bisa lebih mempertimbangkan tantangan pembangunan di wilayah-wilayah luas dan terpencil.
Ia menilai perlunya formulasi baru yang lebih proporsional, tidak semata berdasarkan jumlah penduduk, namun juga memperhatikan kondisi geografis dan potensi wilayah.