PONTIANAK – Kepala Regional MBG Kalimantan Barat, Agus Kurniawi, menegaskan bahwa pengawasan terhadap makanan di program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kalbar terus diperketat. Salah satu langkah antisipatif yang diterapkan adalah mewajibkan guru untuk mencicipi makanan terlebih dahulu sebelum diberikan kepada siswa di sekolah.

“Ya, kalau untuk di Kalbar sendiri pengawasannya sekarang lebih fokus ke makanannya. Jadi, setiap kali makanan dibawa ke sekolah, harus ada sampelnya. Nanti guru yang akan mencicipi lebih dulu sebelum dibagikan ke anak-anak,” ujar Agus Kurniawi, Kamis (25/09/2025).

Agus menyampaikan bahwa langkah tersebut sejalan dengan arahan dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, yang mendorong peningkatan pengawasan terhadap makanan MBG demi menghindari kejadian serupa seperti yang pernah terjadi di daerah lain.

“Karena sudah banyak di media tentang isu-isu negatif MBG, kita ingin di Kalbar bisa mengantisipasi hal-hal seperti itu. Sejauh ini, Alhamdulillah belum ada kasus keracunan makanan di Kalbar,” jelasnya.

Meski demikian, ia mengakui sempat ada beberapa temuan makanan yang tidak layak konsumsi, namun jumlahnya sangat kecil dan hanya terjadi di satu atau dua Sekolah Penerima Program Gizi (SPPG) dari total 208 SPPG yang aktif setiap harinya di Kalbar.

Untuk menjaga kualitas gizi, dapur MBG di Kalbar sudah melibatkan ahli gizi yang standby setiap hari. Mereka bertugas memastikan bahwa takaran dan komposisi gizi makanan sesuai standar yang ditetapkan.

“Ahli gizi itu yang menyusun menu mingguan dan memastikan kandungan gizinya terpenuhi sesuai kebutuhan anak-anak,” ujar Agus.

Agus juga menjelaskan detail pengelolaan anggaran yang sempat menjadi sorotan. Menurutnya, dana yang kembali ke bahan baku makanan bukan Rp15 ribu seperti yang ramai diberitakan, melainkan bervariasi tergantung jenjang sekolah.

“Dari TK sampai kelas 3 SD, bahan baku Rp8.000, sedangkan kelas 4 SD sampai SMA Rp10.000. Sisanya untuk operasional Rp3.000 dan sewa tempat Rp2.000. Yang Rp3.000 itu untuk gaji relawan, biaya gas, listrik, dan lain-lain,” urainya.

Sementara untuk sewa tempat, pihak mitra menyewakan lokasi kepada Badan Gizi Nasional (BGN), dan biaya tersebut dibayarkan secara resmi dari alokasi anggaran.

Terkait lonjakan harga bahan pokok seperti ayam, Agus mengakui hal tersebut berdampak langsung pada pengelolaan dapur MBG. Oleh karena itu, pihaknya kini menanti kerja sama aktif dengan Koperasi Merah Putih agar petani lokal bisa menjual langsung ke koperasi, lalu didistribusikan ke SPPG dengan harga yang stabil.

“Harapannya, petani bisa jual ke koperasi, lalu SPPG beli dari situ. Dengan begitu, harga bisa lebih terkendali dan petani juga untung,” jelasnya.

Untuk menjaga efisiensi, para kepala SPPG juga didorong aktif mencari bahan dengan harga terbaik.

“Mereka tidak terpaku satu supplier. Bahkan bisa tiap hari ke pasar untuk cek harga,” tutupnya.(Ara)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *