PONTIANAK – Kebijakan terbaru Menteri Keuangan, Purbaya, yang melarang impor bahan pres (balpres) atau pakaian bekas impor, mulai menimbulkan keresahan di kalangan pelaku usaha thrifting di Pontianak. Larangan ini disebut sebagai upaya pemerintah untuk mendorong pertumbuhan produk dalam negeri dan memperkuat sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Namun di lapangan, para pedagang justru khawatir kebijakan ini akan mematikan mata pencaharian mereka. Salah satunya Adi Fitrianto (36), pedagang lelong pakaian bekas di kawasan Pasar Tengah, Jalan Tanjung Pura. Ia menilai kebijakan tersebut belum disertai solusi yang jelas bagi pelaku usaha kecil seperti dirinya.

“Kita kan balik lagi ke konsep dasarnya, Pak Menteri mau ngidupkan UMKM. Tapi UMKM yang dimaksud itu yang gimana?” ujar Adi saat diwawancarai, Jumat (24/10).

Adi menilai, jika tujuan larangan impor adalah untuk menghidupkan UMKM, seharusnya pemerintah memberikan dukungan yang konkret, bukan sekadar pembatasan.

“Kalau cuma nolong kalangan atas, itu bukan UMKM. Kita ini pelaku ekonomi menengah ke bawah. Jadi kalau mau ekonomi naik, ya pelaku kayak kita juga harus dibawa naik,” tambahnya.

Meski sudah mendengar kabar tentang larangan impor, Adi mengaku hingga kini belum ada tindak lanjut atau pendampingan dari pemerintah daerah maupun pusat.

“Sejauh ini sih belum ada. Tapi kalau pemerintah mau lebih menekankan pada pajak, ya kita siap. Asal jangan dilarang total. Lebih baik diatur, biar masuknya legal dan enak juga kerja kami,” ungkapnya.

Adi juga menyorot ketidakkonsistenan kebijakan pemerintah terkait impor. Menurutnya, di satu sisi pemerintah melarang impor pakaian bekas, namun di sisi lain masih banyak produk impor yang dijual bebas di e-commerce.

“Sekarang ekonomi sifatnya global. Ada Shopee, Tokopedia, semuanya juga impor. Jadi kalau mau adil, ya samakan perlakuannya. Jangan kami yang kecil ini justru ditekan,” ujarnya.

Ia berharap pemerintah benar-benar memperhatikan nasib pelaku usaha kecil yang selama ini menggantungkan hidup dari perdagangan thrifting.

“Harapannya, ekonomi bisa membaik. Benar kata Pak Purbaya, kalau ekonomi naik 2 persen, dampaknya terasa. Tapi tolong lihat juga, UMKM itu macam-macam ada manufaktur, ekspor-impor, termasuk kami yang jual barang bekas. Jadi jangan disamaratakan,” tutupnya.

Kebijakan larangan impor balpres ini diperkirakan akan berdampak signifikan pada ekosistem bisnis thrifting di berbagai daerah, termasuk Pontianak, yang selama ini dikenal sebagai salah satu pusat penjualan pakaian bekas terbesar di Kalimantan Barat.(Ara)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *