PONTIANAK – Pemerintah tengah gencar mendorong transisi menuju energi hijau melalui berbagai kebijakan, salah satunya dengan mencampurkan etanol ke dalam bahan bakar minyak (BBM). Langkah ini dinilai sebagai bagian dari upaya mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil dan memperbaiki kualitas lingkungan.

Meski begitu, kebijakan ini memicu beragam tanggapan dari masyarakat, terutama para pengguna kendaraan yang menjadi konsumen langsung dari produk BBM yang telah dicampur etanol tersebut.

Ayu Lestari (26), warga Kecamatan Pontianak Kota Jalan Ampera, mengungkapkan keraguannya terhadap penerapan kebijakan ini. Ia menilai, pencampuran etanol ke dalam BBM seharusnya disertai dengan penjelasan yang jelas dan transparan kepada masyarakat.

“Kalau menurutku ya, sebenarnya kurang setuju sih kalau BBM dicampur dengan etanol. Mau itu pertalite, pertamax, atau sejenisnya. Tapi kalau misalnya dari Pertamina atau pemerintah menjelaskan manfaatnya dengan baik, mungkin masyarakat bisa menerima,” ujar Ayu saat dikonfirmasi, Sabtu (11/10/2025).

Ia menekankan pentingnya sosialisasi sebelum kebijakan dijalankan. Menurutnya, masyarakat akan kesulitan menerima perubahan jika tidak mengetahui alasan dan dampak di baliknya.

“Kita diminta menerima tanpa penjelasan, otomatis sulit menerima. Tapi kalau dijelaskan bahwa tujuannya untuk mengatasi kelangkaan minyak bumi atau melestarikan lingkungan, mungkin bisa diterima,” lanjutnya.

Ayu juga berharap kebijakan ini tidak hanya menguntungkan negara, tetapi juga memperhatikan dampaknya terhadap masyarakat, khususnya kalangan menengah ke bawah.

“Jadi ya harus win-win solution. Kita tidak merugikan negara, tapi negara juga jangan merugikan masyarakat, Semoga ke depan apapun programnya, masyarakat itu diberi klarifikasi yang cukup. Jangan menyimpulkan sesuatu tanpa memberi penjelasan.” ungkapnya.

Dari sisi teknis, penelitian yang dilakukan oleh Mortadha K. Mohammed dkk dalam artikel berjudul Effect of Ethanol-Gasoline Blend on SI Engine Performance and Emissions, serta oleh Paolo Iodice dalam A Review on the Effects of Ethanol/Gasoline Fuel Blends on NOx Emissions in Spark-Ignition Engines, mengungkapkan bahwa pencampuran etanol dalam bensin memiliki dampak ganda.

Etanol memang memiliki angka oktan yang lebih tinggi, sehingga dapat membuat proses pembakaran lebih sempurna. Hal ini berkontribusi terhadap pengurangan emisi beracun seperti karbon monoksida (CO) dan hidrokarbon (HC). Namun, etanol juga memiliki kandungan energi yang lebih rendah dibandingkan bensin murni, yang berarti konsumsi BBM cenderung menjadi lebih boros.

Meskipun demikian, praktik pencampuran etanol dalam BBM bukanlah hal baru secara global. Campuran E10 (10% etanol dan 90% bensin), misalnya, telah digunakan secara luas di berbagai negara dan dinilai aman bagi sebagian besar kendaraan bermotor.

Kebijakan pencampuran etanol dalam BBM adalah langkah strategis pemerintah dalam mendukung energi ramah lingkungan. Namun, pelaksanaannya perlu dibarengi dengan komunikasi yang terbuka dan edukasi kepada masyarakat.

Seperti yang disampaikan oleh Ayu Lestari, transparansi dan penjelasan yang memadai akan sangat membantu dalam membangun penerimaan publik terhadap kebijakan tersebut.(Ara)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *