KAPUAS HULU – Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Kapuas Hulu berhasil mengungkap kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di wilayah Kecamatan Badau, Kabupaten Kapuas Hulu. Seorang pria berinisial FS (29) ditetapkan sebagai tersangka setelah terbukti menjual tiga perempuan, termasuk satu di antaranya masih di bawah umur, ke Malaysia untuk dijadikan pekerja seks komersial.
Kasus ini terungkap setelah Rini (22), keluarga salah satu korban, melapor ke Polres Kapuas Hulu pada Senin, 3 Maret 2025. Saat melapor, Rini didampingi oleh pihak BP3MI Provinsi Kalimantan Barat. Ia mengaku mendapat kabar dari adiknya yang menjadi korban TPPO bahwa ia bersama dua temannya dijebak dan dijual di Malaysia.
Kapolres Kapuas Hulu AKBP Roberto Aprianto Uda melalui Kasat Reskrim Iptu Rinto Sihombing menjelaskan, adik Rini berangkat pada 6 September 2024 bersama dua rekannya dengan iming-iming bekerja di toko atau rumah makan. Namun sesampainya di Kuching, Malaysia, mereka justru dijual FS kepada seorang warga negara Malaysia berinisial WL seharga RM 3.000 atau sekitar Rp10,5 juta. WL kemudian menyerahkan para korban ke pria lain berinisial XX, yang menahan mereka dengan alasan hutang sebesar RM 2.000 dan memaksa bekerja sebagai pekerja seks komersial.
“Korban disekap dan tidak diperbolehkan pulang ke Indonesia. Untungnya mereka berhasil diselamatkan oleh Polisi Malaysia pada 12 September 2024,” ungkap Iptu Rinto Sihombing.
Berbekal informasi tersebut, Satreskrim Polres Kapuas Hulu melakukan penyelidikan intensif. Dengan dukungan BP3MI, Imigrasi, dan masyarakat setempat, tersangka FS akhirnya ditangkap di Badau pada Kamis, 14 Agustus 2025. Dari tangannya, polisi mengamankan barang bukti berupa satu paspor dan satu unit ponsel.
Dalam pemeriksaan, FS mengaku menggunakan uang hasil penjualan korban untuk kebutuhan sehari-hari, operasional pembuatan paspor, hingga akomodasi keberangkatan para korban dari Badau ke Kuching melalui PLBN.
Iptu Rinto menegaskan, pihaknya menjerat FS dengan Pasal 4 Jo Pasal 17 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO. Ancaman hukumannya maksimal 15 tahun penjara serta denda hingga Rp600 juta, bahkan dapat ditambah sepertiga hukuman karena melibatkan korban di bawah umur.
Proses Pemulangan Korban Saat ini, kepolisian juga memastikan proses pemulangan tiga korban berjalan sesuai prosedur. Setelah status IPO (Interim Protective Orders) dicabut menjadi TPO (Tamat Protection Order) oleh pihak Pengadilan Malaysia, pihak KJRI Kuching menyerahkan korban kepada Imigrasi Indonesia. Selanjutnya dilakukan proses administrasi repatriasi oleh pihak imigrasi, sebelum akhirnya para korban diserahkan kepada BP3MI untuk dipulangkan ke keluarga masing-masing.
Kasus ini masih terus dikembangkan. Polres Kapuas Hulu berkoordinasi dengan aparat Malaysia untuk memastikan pemulangan para korban ke tanah air setelah seluruh proses hukum di negara jiran selesai.