PONTIANAK – Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kalimantan Barat resmi meningkatkan penanganan kasus dugaan peredaran oli palsu ke tahap penyidikan. Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) juga telah dikirim ke Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Kasus ini bermula dari pengungkapan dugaan tindak pidana Perlindungan Konsumen dengan barang bukti berupa berbagai jenis pelumas kendaraan pada 20 Juni 2025 lalu. Laporan Polisi LP/B/193/VI/2025/SPKT.DITKRIMSUS/POLDA KALBAR diterbitkan pada 21 Juni 2025, yang kemudian ditindaklanjuti dengan pengecekan gudang di Komplek Pergudangan Jalan Extrajoss, Kabupaten Kubu Raya.
Penyidik memasang garis polisi, menghitung barang bukti, serta mengambil sampel pelumas untuk diuji di tiga laboratorium berbeda, yakni Lemigas, Pertamina Lubricants, dan AHM. Dari total 45 sampel yang dikirim, hasil uji laboratorium diterima secara bertahap sejak 7 Juli hingga 9 Agustus 2025.
Direktur Reskrimsus Polda Kalbar, Kombes Pol Burhanudin menjelaskan bahwa peningkatan status kasus dilakukan setelah gelar perkara yang memperkuat adanya dugaan pelanggaran hukum.
“Sejauh ini sudah tujuh saksi diperiksa, termasuk ahli dari PT Pertamina Lubricants. Dalam waktu dekat, kami juga akan memanggil ahli dari Ditjen Migas serta Ditjen PKTN Kementerian Perdagangan. Setelah itu, akan dilakukan gelar perkara penetapan tersangka. Pasal yang disangkakan adalah Pasal 62 jo Pasal 8 ayat (1) huruf a dan e UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,” tegas Burhanudin, Minggu (17/8).
Sementara itu, Kabid Humas Polda Kalbar Kombes Pol Bayu Suseno menegaskan bahwa penyidikan kasus ini dilakukan profesional, transparan, dan sesuai aturan hukum.
“Status perkara sudah naik ke tahap penyidikan dan SPDP telah disampaikan ke Kejaksaan Tinggi. Seluruh perkembangan kasus disampaikan kepada pelapor melalui SP2HP. Kami pastikan proses hukum berjalan objektif, akuntabel, dan hasilnya akan disampaikan terbuka ke publik,” ujar Bayu.
Polda Kalbar menekankan bahwa kasus oli palsu memerlukan waktu penanganan lebih panjang dibanding perkara pidana umum, karena wajib melalui serangkaian uji laboratorium dan pemeriksaan ahli sebelum menetapkan tersangka.