PONTIANAK – Krisis deforestasi di Indonesia semakin mengkhawatirkan. Berdasarkan analisis terbaru organisasi lingkungan, lima provinsi teratas telah kehilangan lebih dari 19 juta hektare tutupan pohon setara hampir 70 persen luas Pulau Jawa. Kalimantan menjadi episentrum kehilangan terbesar, di mana Kalbar, Kalteng, dan Kaltim menyumbang hampir setengah hilangnya hutan nasional.
Provinsi yang selama ini dikenal memiliki hutan primer luas seperti Aceh dan Sulawesi Tengah juga mulai menunjukkan tren pelemahan tutupan pohon yang signifikan.
Menurut Pjs Direktur WALHI Kalimantan Barat, Sri Hartini, Kalimantan Barat dalam lima tahun terakhir (2020–2024) mengalami deforestasi dan degradasi hutan yang sangat masif. Bahkan, di 2025 pembukaan hutan oleh korporasi masih terus berlangsung di sejumlah wilayah.
“Kalbar berada pada posisi kedua terbesar kehilangan tutupan pohon di Indonesia, setelah Riau, yakni mencapai 4,2 juta hektare,” tegas Sri Hartini, Kamis (04/12/2025).
Ia menyebut, besarnya skala kerusakan ini mengindikasikan adanya industri besar di balik hilangnya tutupan hutan.
Berdasarkan data WALHI Kalbar: 368 perusahaan sawit dengan luas konsesi 3,9 juta hektare, 65 PBPH (izin pemanfaatan hutan) dengan konsesi 2,75 juta hektare, 737 izin tambang, didominasi bauksit, batubara, emas, zirkon, bijih besi, dan timah
Ekspansi perkebunan sawit skala besar, industri kayu, dan pertambangan minerba dianggap sebagai aktor terbesar pendorong krisis hutan di Kalimantan.
“Kalimantan dan Sumatera menjadi wilayah kritis kehilangan tutupan pohon. Tiga dari lima provinsi terparah berada di Kalimantan,” ujarnya.
Sri Hartini mendesak Pemerintah untuk mengambil langkah segera dan tegas, melalui empat poin tuntutan:
Menghentikan pembukaan lahan baru oleh korporasi terutama di area berisiko tinggi, Menetapkan moratorium izin perkebunan dan pertambangan, Melakukan penegakan hukum bagi perusahaan perusak lingkungan, Menjamin hak masyarakat melalui penetapan Hutan Adat dan pengakuan Masyarakat Hukum Adat.(wyu)
