Dalam menjalani kehidupan rumah tangga tidak selamanya akan berjalan dengan mulus dan lancar. Pada kondisi tertentu, terkadang pasangan suami istri harus menghadapi dinamika, silang pendapat, atau permasalahan internal keluarga yang dapat menguji komitmen pernikahannya.

Dalam menghadapi permasalahan keluarga tersebut, setiap pasangan biasanya punya cara tersendiri dalam menghadapinya. Ada yang memilih untuk diam dan menunggu suasana kembali kondusif, ada pula yang mengambil jarak, atau bahkan keluar dari rumah untuk sementara waktu agar pertengkaran tidak semakin memanas. Lalu bagaimana jika seorang istri keluar dari rumah ketika bertengkar dengan suaminya?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, perlu dipahami bahwa ajaran Islam telah mengatur dengan jelas hak dan kewajiban antara suami dan istri sebagai fondasi utama dalam membangun rumah tangga. Di antara kewajiban seorang istri adalah taat kepada suaminya.

Syekh Wahbah Az-Zuhaili dalam kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu (Damaskus, Darul Fikr, 1405 H), juz 7, halaman 335 menjelaskan, ketaatan seorang istri mencakup sejumlah hal, di antaranya adalah mengurus rumah dan juga anak-anak, baik ketika masih kecil maupun sudah besar.

Sebagian ulama menyebut bahwa seorang istri tidak diperbolehkan keluar rumah tanpa seizin suaminya. Ketentuan ini sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Dawud. Namun demikian, ada sebagian ulama yang membolehkan seorang istri keluar dari rumah ketika dalam kondisi darurat, misalnya jika ia berada dalam rumah akan terjadi kemudaratan.

Di antara ulama yang membolehkan seorang istri keluar rumah ketika di rumahnya ada masalah adalah Sayyid Abdurrahman Al-Hadrami. Dalam Bughyatul Mustarsyidin (Beirut, Darul Fikr: 1994), halaman 352, ia menjelaskan:

مُزَوَّجَةٌ إِذَا دَخَلَتْ عَلَى زَوْجِهَا ٱعْتَرَاهَا ضِيقٌ وَكَرْبٌ وَصِيَاحٌ، وَإِذَا خَرَجَتْ مِنْ بَيْتِهِ سَكَنَ رَوْعُهَا، لَمْ يَلْزَمْهَا ٱلتَّسْلِيمُ لِلضَّرَرِ، لَكِنْ تَسْقُطُ مُؤْنَتُهَا

Artinya: “Seorang istri, apabila bersama suaminya merasa sesak, tertekan, dan mudah berteriak, tetapi ketika ia keluar dari rumah suaminya, perasaan takut dan gelisahnya menjadi tenang, maka ia tidak diwajibkan untuk menyerahkan diri pada keadaan yang membahayakan dirinya. Namun, dalam kondisi seperti ini haknya atas nafkah dari suami menjadi gugur.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa seorang istri boleh keluar rumah saat bertengkar dengan suaminya hingga keadaan kembali tenang. Ketika terjadi demikian, konsekuensinya adalah nafkah suami kepada istrinya menjadi gugur. Selanjutnya, ketika suasana sudah kondusif dan kembali tenang, sebaiknya suami dan istri segera memohon serta memberi maaf agar keharmonisan rumah tangga dapat terbangun kembali.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *