PONTIANAK – Sidang praperadilan terkait penetapan tersangka dalam kasus dugaan pencabulan digelar di Pengadilan Negeri Pontianak, Senin (1/9/2025).

Permohonan ini diajukan oleh istri dari tersangka berinisial A melalui kuasa hukumnya, Sumardi, yang mempertanyakan legalitas penetapan status tersangka terhadap suaminya oleh pihak Polda Kalimantan Barat.

Dalam sidang tersebut, Kompol Dwi Harjana selaku PS Kasubbid Bidkum Polda Kalbar memberikan penjelasan terkait keabsahan permohonan yang diajukan oleh pihak pemohon. Ia menegaskan bahwa secara hukum, istri tersangka memiliki legal standing untuk mengajukan praperadilan.

“Permohonan ini diajukan oleh istri tersangka, yang dalam hal ini memiliki kedudukan hukum (legal standing) yang sah. Sesuai ketentuan, pengajuan praperadilan dapat dilakukan oleh kuasa hukum atau keluarga tersangka,” ujar Kompol Dwi Harjana saat diwawancarai di Pengadilan Negeri Pontianak, Senin (1/9/2025).

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa objek dari permohonan tersebut, yakni penetapan tersangka, merupakan salah satu objek praperadilan sebagaimana diatur dalam ketentuan hukum dan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014 yang memperluas cakupan objek praperadilan.

“Penetapan tersangka adalah bagian dari objek praperadilan, dan memiliki konsekuensi konstitusional bagi setiap warga negara. Maka dari itu, setiap warga yang merasa dirugikan atas penetapan tersebut berhak untuk mengajukan permohonan praperadilan,” tegasnya.

Terkait tudingan dari pihak pemohon bahwa penetapan tersangka dilakukan tanpa cukup bukti, Kompol Dwi menyatakan bahwa penyidik telah memenuhi unsur dua alat bukti yang sah sesuai dengan Pasal 184 KUHAP dan mengacu pada Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014.

“Penyidik telah mengumpulkan bukti yang cukup. Dua alat bukti yang sah telah kami miliki, dan mekanisme penetapan tersangka dilakukan secara hati-hati dan berdasarkan pertimbangan hukum yang berlaku,” jelasnya.

Ia juga menjelaskan bahwa gelar perkara telah dilakukan beberapa kali sebagai bentuk kehati-hatian, termasuk dengan melibatkan masukan dari berbagai pihak, sebelum menetapkan status tersangka terhadap suami pemohon.

Sementara itu, Sumardi, kuasa hukum pemohon, menyampaikan bahwa dalam sidang perdana ini pihak termohon belum memberikan jawaban atas permohonan yang diajukan.

“Hari ini kita membacakan permohonan, namun sangat disayangkan pihak Polda Kalbar belum memberikan jawaban. Mereka menyampaikan bahwa jawaban baru akan disampaikan pada sidang besok, Selasa (2/9),” ungkapnya.

Sumardi juga menyoroti bahwa alat bukti yang digunakan untuk menetapkan kliennya sebagai tersangka dinilai belum cukup kuat dan tidak mengarah langsung kepada kliennya.

“Alat bukti seperti pakaian, keterangan keluarga, dan anak tidak secara langsung mengarah kepada klien kami. Oleh karena itu kami ajukan praperadilan ini agar tidak terjadi salah tangkap. Klien kami adalah kepala keluarga yang punya anak dan istri. Sangat zalim jika orang yang tidak bersalah ditetapkan sebagai tersangka,” tegasnya.

Sidang praperadilan akan dilanjutkan esok hari, Selasa, 2 September 2025, dengan agenda pembacaan jawaban dari pihak Polda Kalbar selaku termohon.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *